TrafficRevenue

Saturday, May 21, 2011

Bahasa Indonesia

"Kami putra-putri Indonesia, mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia". Begitulah salah satu kutipan teks Sumpah Pemuda yang dibacakan serentak oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.
Teks itu menunjukkan sebuah janji dan ikatan emosional pemuda ketika itu untuk tetap setia pada bahasa Indonesia yang dianggap sebagai bahasa Ibu Pertiwi.
Namun, melihat hasil pengumuman ujian nasional (UN) yang serentak sudah dilakukan selama sepekan di sejumlah daerah, termasuk Kota Malang, Jawa Timur, nilai Bahasa Inggris sejumlah siswa lebih tinggi dibanding nilai Bahasa Indonesia.

Seperti yang dialami Chantika Fatma Dewi (18), siswi SMKN 8 Kota Malang, yang meraih hasil terbaik UN tingkat Provinsi Jawa Timur.
Hasil UN yang diraih Chantika rata-rata 9,61 dari tiga mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia mendapatkan nilai 9,6; Matematika 9,75; serta Bahasa Inggris dengan nilai 10,0.
Dari hasil rata-rata yang diraih siswi berambut panjang itu, nilai paling sempurna ada pada mata pelajaran Bahasa Inggris, sedangkan nilai paling rendah pada Bahasa Indonesia.
Siswi Jurusan Teknologi Komputer ini mengakui, kurang sempurnanya meraih nilai Bahasa Indonesia akibat sulit menentukan titik koma. Selain itu, materi soal ejaannya juga sulit dipahami, termasuk menentukan huruf besar dan kecilnya.
Alasan lainnya, banyaknya soal cerita layaknya orang mendongeng pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sementara raihan nilai sempurna Bahasa Inggris karena bahasa asing itu dianggap mudah dipahami dan cukup mudah pula dikerjakan sehingga anak pasangan Jonjang Himawan (49) dan Tutik Arumi (46), warga Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, itu bisa mendapat nilai sempurna 10,0.
Anggapan sulit oleh siswa dalam mempelajari Bahasa Indonesia ini, diakui pengamat bahasa asal Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Dr H Mudjia Rahardjo, MSi, sudah terjadi sejak dua tahun terakhir.
"Ini petaka bagi bangsa Indonesia sebab harusnya pelajar saat ini bisa meraih nilai Bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan bahasa asing karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa peradaban bangsa ini," ucapnya.
Dikatakannya, tidak sempurnanya nilai Bahasa Indonesia bagi sejumlah pelajar bisa berakibat terancam hilangnya peradaban bangsa ini di masa mendatang sehingga semangat Sumpah Pemuda yang sebelumnya pernah diucapkan oleh para pemuda untuk memperkuat persatuan perlahan-lahan akan menjadi hilang.
Ancaman lain yang bisa terjadi dengan serbuan bahasa asing itu adalah hilangnya bahasa asli sejumlah daerah. "Sudah ada beberapa bahasa daerah yang hilang, itu akibat para pemudanya kurang suka dengan bahasa daerahnya sendiri," katanya.
Rahardjo yang juga berprofesi sebagai dosen itu mengatakan, kalahnya nilai Bahasa Indonesia dari bahasa asing oleh sejumlah pelajar bukan akibat metode pengajaran guru Bahasa Indonesia yang kurang, tetapi karena kurangnya "Gerakan Mencintai Bahasa Indonesia" yang biasanya diprogramkan oleh pemerintah.
Selain itu, sejumlah pelajar juga terlalu menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia lantaran dipakai dalam kehidupan sehari-hari. "Kalau pelajar sudah menganggap remeh, berarti menganggap remeh pula bangsanya juga," tuturnya.
Rahardjo tidak menyalahkan sepenuhnya pelajar dan pemuda saat ini yang lebih menyukai bahasa asing sehingga bisa meraih hasil maksimal dalam UN. Namun, sepatutnyalah bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa utama serta menempatkannya pada urutan pertama.
"Tidak salah pelajar saat ini lebih suka dengan pelajaran bahasa asing, tetapi seharusnya bahasa Indonesia dijadikan yang utama dan pertama," katanya menegaskan.
Untuk menekankan hal itu, perlu ada kebijakan pemerintah agar pelajar serta pemuda saat ini bisa menyukai bahasa Indonesia, tetapi tetap bisa belajar bahasa asing. "Harus ada bentuk-bentuk goodwill dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, dan jangan sampai dibiarkan," ujarnya.
Hal yang sama dikatakan anggota Komisi D Bagian Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Malang, Drs Sutiadji. Ia sepakat jika pemerintah membuat "Gerakan Cinta Bahasa Indonesia" dengan memulai sejumlah aktivitas menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
"Serbuan ’westernisasi’ dari jenis bahasa bisa membuat seseorang akan kehilangan jiwa nasionalismenya sehingga saya sepakat dengan adanya ’Gerakan Cinta Bahasa Indonesia’, dengan mengawali mengindonesiakan istilah-istilah asing," ujarnya.
sumber : kompas.com

No comments:

Post a Comment