TrafficRevenue

Friday, November 5, 2010

Review: Terbuai iPad

Inilah perangkat yang berhasil menyihir dunia. Setelah mengujinya, kami pun terbuai keistimewaannya, meski akhirnya timbul sebuah tanya.
Apakah karena desainnya yang selalu keren? Atau karena pemasarannya yang hebat? Atau karena pesona Steve Jobs?
Entahlah, kami juga bingung jika harus mendefinisikan alasan kesuksesan produk Apple. Jika ditarik ke belakang, Apple berhasil menancapkan citra produknya melalui iPod. Dari momentum itu, mereka terus melakukan inovasi yang melahirkan perangkat monumental seperti Macbook Air dan iPhone. Kombinasi citra dan inovasi itulah yang mungkin menjelaskan mengapa produk keluaran Apple selalu menimbulkan kehebohan tersendiri.
Hal itu pun terjadi di iPad. Jauh sebelum kemunculannya, orang-orang sudah ramai membicarakan produk yang sering disebut sebagai “iPod Touch raksasa” ini. Ketika Steve Jobs memperkenalkan iPad secara resmi Januari lalu, kehebohan kian terasa. Banyak orang langsung melakukan pre-order meski iPad baru keluar 3 bulan kemudian.
Kehebohan itulah yang mungkin bisa menjelaskan rekor yang dicatat iPad. Hanya dalam waktu 28 hari, sudah ada 1 juta iPad terjual. Padahal iPhone yang sebenarnya sudah fenomenal itu butuh waktu 53 hari untuk meraih angka yang sama.
Dahsyatnya lagi, angka itu diraih ketika iPad masih dijual di pasaran Amerika Serikat saja. Ketika akhir Mei lalu iPad dijual di luar AS seperti Jerman, Inggris, Jepang, dan Australia, iPad langsung ludes terjual.
Karena itulah kabarnya Apple harus menunda kemunculan iPad di negara lain (termasuk Indonesia) karena lini produksi mereka tidak sanggup memenuhi permintaan yang menggila itu.
Karena kehebohannya itu, kami pun tertantang untuk menguji iPad. Melalui pasar tidak resmi, kami mendapatkan iPad 16GB dengan harga Rp. 7 juta (harga pertengahan Mei 2010. Red). Harga itu selisih Rp. 2 jutaan dengan harga resmi, namun sepertinya itulah harga yang harus dibayar untuk memiliki iPad saat ini.
Kesan Pertama: Aih Kerennya...





Desain keren adalah filosofi mendasar Apple, dan hal itu kembali terlihat di iPad. 
Dari pandangan pertama, iPad sudah terlihat sangat berkelas, utamanya karena ketipisannya yang cuma 1,4 cm. Agar lebih mudah membayangkan, tebal tersebut tidak lebih dari 2 tumpuk majalah InfoKomputer.
Bobot iPad sendiri sekitar 700 gram. Enteng ya? Awalnya kami menganggapnya begitu. Namun setelah memegangnya dengan satu tangan sekitar 10-15 menit, kami mendapati tangan kami pegal juga.
Di akhir pengujian, kami menyimpulkan bobot iPad tergolong ringan untuk ditaruh di dalam tas dan dibawa beraktifitas, namun penggunaan paling ideal adalah meletakkannya di meja; bukan dipegang dengan dua apalagi satu tangan. Panas yang dihasilkan termasuk minim, jadi kami cukup nyaman untuk meletakkannya di pangkuan.
Berbeda dengan iPod/iPhone, bagian belakang iPad menggunakan bahan aluminium—sama seperti material yang digunakan Apple di Macbook Air. Selain membuatnya kian berkelas, bahan tersebut juga lebih kebal terhadap lingkungan sekitar. Meski kami termasuk orang yang ceroboh, permukaan belakang iPad relatif bersih dari goresan; setidaknya selama kami mengujinya sekitar 1 bulan.
Namun jika ada yang mengatakan iPad adalah iPod Touch raksasa, sebenarnya ada benarnya. Desain muka iPad relatif sama seperti iPod Touch, termasuk pinggiran pasif (maksudnya bukan touchscreen) yang mengisi 2cm di ke empat sisinya. Pinggiran berwarna hitam itu memang harus ada agar kita bisa memegang iPad tanpa mempengaruhi touchscreen.
Tombol di iPad pun relatif sama seperti iPod Touch, yaitu tombol Power, Home, dan Volume. Satu-satunya perbedaan adalah iPad memiliki tombol penguncian auto-rotate. Sekadar mengingatkan, auto-rotate adalah feature yang mengatur posisi layar secara otomatis sesuai orientasi layar. Jadi ketika kita memegang iPod/iPhone/iPad pada posisi portrait, layar akan mengatur orientasinya menjadi portrait; begitu pula sebaliknya. Nah dengan keberadaan kunci tombol penguncian ini, kita bisa mengunci posisi layar jika mau.
Layar iPad memiliki ukuran 9,7 inci dengan resolusi layar 1024x768 pixel. Layarnya menggunakan LCD dengan teknologi IPS (In-Plane Switching). Jika ditilik, IPS sebenarnya bukan teknologi baru karena sudah diperkenalkan Hitachi sejak tahun 2006. Teknologi ini dikembangkan untuk mengatasi masalah reproduksi warna dan viewing angle yang jelek di LCD standar. Akan tetapi, biaya produksi yang tinggi membuat LCD berbasis IPS kurang populer dan hanya diimplementasikan di monitor kelas atas.
Namun harga tentu saja bukan halangan bagi Apple. Untuk iPad ini, mereka menggunakan LCD IPS untuk layar iPad; dan hasilnya memang sangat sepadan. Boleh dibilang, kami tidak pernah melihat perangkat dengan layar begitu jernih, tajam, dan kaya warna seperti iPad. Viewing angle pun sangat memukau. Gambar tidak menjadi pucat meski kami menggeser posisi menonton ke sudut yang sempit; sesuatu yang sulit Anda temukan di notebook maupun smartphone terbaik yang ada saat ini.
Sedangkan ketika digunakan di luar ruangan, layar iPad masih memadai asalkan obyek di layar cukup terang (seperti halaman web berlatar belakang putih). Jika digunakan menonton film bernuansa gelap, Anda tidak akan melihat apa-apa. Kami juga menemukan sedikit masalah pada layarnya yang reflektif alias memantul. Jika di belakang Anda terdapat lampu atau sumber cahaya lain, pantulannya akan jelas terlihat sehingga mengganggu tampilan di layar.
Namun selama iPad digunakan di dalam ruangan, kami jamin Anda akan terpesona dengan kualitas gambarnya.
Penggunaan: Mari Nikmati Hidup
Kualitas layar yang memukau tersebut membuat aktivitas seputar iPad terasa menyenangkan. Apalagi jika menyangkut salah satu hobi kami: menonton film.
iPad hanya bisa memutar video dengan format H.264, sehingga Anda harus mengkonversi DVD atau file AVI Anda ke format tersebut terlebih dahulu (tips: Anda bisa menggunakan aplikasi gratisan Handbrake). Namun setelah proses itu selesai, iPad akan memberi Anda pengalaman menonton film yang sangat menghanyutkan. Berkat layarnya yang aduhai, kualitas gambar yang dihasilkan iPad begitu memikat, sehingga film The Lovely Bones berdurasi 2 jam kami lalui tanpa terasa.
Yang juga patut dicatat, iPad bisa menerima berbagai profil H.264, termasuk video di atas resolusi standarnya. Hal ini terbukti ketika kami mencoba sebuah film HD 720p dan mengkonversinya dengan High Profile (yang berarti resolusinya tetap di 1280x544 pixel). Ternyata iPad dapat memutarnya dengan mulus tanpa terlihat patah-patah. Hal ini layak dicatat karena netbook maupun notebook dengan kartu grafis standar akan kesulitan melakukannya. Dan berkat resolusinya yang tinggi, kualitas gambarnya pun terasa kian memukau.
Kalaupun ada kekurangan adalah layar iPad yang resolusinya 1024x758 pixel, atau berformat 4:3. Agak mengherankan mengapa Apple memilih resolusi tersebut ketika layar notebook dan film kini sudah menuju format widescreen alias 16:9. Alhasil jika video yang Anda masukkan ke iPad berformat layar lebar, terdapat blackbox yang lebar. iPad memang bisa mengakali kekurangan ini dengan menyediakan opsi untuk membuat gambar memenuhi sisi vertikal (atas dan bawah) layar, namun konsekuensinya adalah terpotongnya gambar di sisi kiri dan kanan.






Terpotong. Karena resolusi iPad memiliki rasio 4:3, film layar lebar akan memiliki black box cukup besar di sisi atas dan bawah. Kita bisa memencet satu tombol untuk menghilangkan black-box tersebut, namun berefek pada terpotongnya sisi kiri dan kanan.
Selain untuk menonton film, kami pun mencoba kegiatan yang lebih serius dan berkelas, seperti membaca PDF majalah InfoKomputer. Pengalaman kami pun kembali impresif: membaca buku digital di iPad ternyata sangat menyenangkan. Layar iPad kembali menunjukkan kelebihannya di sini, karena membuat teks dan gambar dapat dibaca dengan nyaman. Sebenarnya kami menduga layarnya yang terang akan membuat mata lelah, namun kenyataannya tidak begitu. Alhasil iPad dapat menjadi pesaing serius bagi Kindle dan alat baca digital lain yang belakangan semakin populer itu. 
Sedangkan untuk menjelajah internet, iPad memberikan pengalaman yang mirip seperti iPhone. Bedanya, iPad tidak dideteksi sebagai perangkat mobile, sehingga menjelajahi Soccernet dan Facebook akan dibawa ke versi penuh dan buka versi mobile-nya.
Namun masalah utama iPad tentu saja “kebandelan” Apple untuk tidak mendukung Flash. Apakah itu menjadi masalah? Itu berpulang kepada situs apa yang menjadi langganan Anda. Situs paling “flash” yang menjadi langganan kami adalah YouTube. Namun berhubung iPad memiliki aplikasi khusus untuk memutar video YouTube; jadi hal itu tidak menjadi masalah. Masalah baru muncul ketika kami ingin memainkan game di Facebook yang kebanyakan menggunakan Flash. Sayang, padahal memainkan Pet Society di iPad sepertinya akan sangat menyenangkan.
Aplikasi: Membuka CakrawalaSecara  default, iPad menyertakan aplikasi standar seperti Calendar, Mail, Map, Contacts, dan Safari. Namun seperti Anda tahu, salah satu kelebihan gadget Apple adalah pada toko aplikasinya. Kami pun langsung menjelajahi App Store dan menemukan beberapa fakta menarik.
Yang pertama, aplikasi untuk iPad sudah cukup banyak. Saat ini ada ribuan aplikasi khusus iPad yang bisa Anda beli di App Store. Sebagian besar adalah versi besar dari aplikasi iPhone, yang biasanya ditandai dengan inisial HD (contohnya Real Racing HD).
Namun kami juga mendapati harga per aplikasi lebih mahal dibanding aplikasi sejenis di iPhone. Contohnya Real Racing HD harganya US$9,99, padahal versi iPhone-nya hanya US$4,99. Penyebabnya mungkin pengembang software harus mengolah kembali aplikasi mereka agar cocok untuk iPad. Namun mengingat tidak banyak perubahan di sisi gambar dan gameplay, kami sebenarnya berharap harga iPad sama—atau setidaknya tidak jauh berbeda—dibanding aplikasi iPhone.






Game iPhone di iPad. Sebenarnya Anda bisa saja menggunakan aplikasi untuk iPhone seperti Need for Speed ini di iPad. Namun aplikasi tersebut nantinya akan muncul dalam ukuran kecil. Tersedia pilihan untuk memperbesarnya, namun itu akan membuat gambar terlihat pecah.
Dari daftar Top Chart, aplikasi paling laku saat ini adalah trio pengolah dokumen keluaran Apple, yaitu Keynote, Pages, dan Numbers (mirip seperti PowerPoint, Word, dan Excel); masing-masing dibandrol dengan harga US$9,99. Jika dirasa terlalu mahal, ada aplikasi Office2 HD yang memiliki fungsi pengolah kata dan spreadsheet seharga US$7,99.
Gelagat iPad di masa datang akan digunakan untuk membaca ebook juga mulai terlihat. Salah satu contohnya adalah . Tata komiknya sendiri mirip seperti komik biasa, bedanya fokus bacaan berpindah kolom setiap kita menggeser jari di layar iPad. Sekali lagi, dengan kualitas layar yang nyaris sempurna, menikmati komik Iron Man terasa begitu memukau. Terkadang kami merasa, inilah cara kita menikmati InfoKomputer atau komik Benny and Mice di masa datang.
Namun aplikasi favorit kami tentu saja adalah game—yang menempati 40% dari seluruh aplikasi iPad. Salah satu yang kami coba adalah game balapan Asphalt 5 HD (US$6,99). Kami pernah mencoba game ini di iPhone, namun menggunakannya di iPad memberi sensasi yang berbeda. Mungkin karena ukuran iPad yang lebih besar, menggerakkan iPad ke kiri-kanan untuk menggerakkan mobil seperti menyetir mobil betulan.
Intinya, ada banyak aplikasi bagus di App Store. Mengingat aplikasi baru datang tiap harinya, kita bisa membayangkan potensi yang dimiliki iPad di kemudian hari.
Produktivitas: Menguji Obama
Dalam pidato di depan lulusan Hampton University, presiden Amerika Serikat Barack Obama menyebut iPad—beserta XBox, PlayStation, dan iPod—sebagai perangkat konsumtif dan tidak produktif. Pernyataan yang cukup tajam itu pun mengundang tanda tanya, sampai-sampai kami pun berniat menguji klaim tersebut. Pengujiannya sederhana: bisakah kami tetap produktif jika cuma menggunakan iPad? Untuk itu, selama dua hari, kami mencoba tidak menyentuh notebook dan menggunakan iPad untuk bekerja.
Pekerjaan kami meliputi korespondensi menggunakan email, bertemu dengan narasumber/klien, browsing internet, serta membuat artikel/dokumen. Kami pikir karakteristik pekerjaan tersebut sama seperti tipikal orang kantoran saat ini, jadi percobaan ini bisa mewakili kegiatan Anda juga.
Untuk korespondensi email, iPad memiliki aplikasi Mail yang mendukung Push Mail, jadi korespondensi email relatif tidak ada masalah. Halangan hanya terjadi pada sisi koneksi, karena kami harus ada di dalam jaringan WiFi untuk bisa mengirim dan menerima email. Sejujurnya, Anda sepertinya tetap harus mengandalkan Blackberry atau iPad versi 3G jika email adalah nadi pekerjaan Anda.
Sedangkan untuk bertemu dengan narasumber/klien, iPad tetap bisa kami gunakan kecuali pada saat ingin melakukan presentasi. iPad praktis tidak bisa digunakan untuk mempresentasikan isi layar iPad ke proyektor. Apple sebenarnya menawarkan konektor iPad Dock to VGA (sekitar US$30) namun perangkat tersebut tidak bisa melakukan mirror (alias menampilkan gambar di iPad ke proyektor). Yang bisa dilakukan hanyalah memutar video dari iPad ke proyektor—hal yang tidak pernah kami lakukan (atau butuhkan).
Sedangkan untuk membuat dokumen, awalnya kami berniat mengandalkan Google Docs untuk membuat dokumen. Namun ternyata melalui iPad kita cuma bisa membaca dokumen Google Docs namun tidak digunakan membuat dokumen. Karena itu akhirnya kami menggunakan Pages untuk menulis artikel.
Karena keyboard virtualnya lebih besar, proses mengetik di iPad seharusnya akan lebih mudah dibanding di iPhone. Kenyataannya tetap saja kami merasa kikuk jika harus mengetik dokumen panjang di iPad. Jika cuma membalas email atau mengetik dokumen 1 halaman masih bisa, namun lebih dari itu terasa cukup melelahkan. Apalagi seperti kami sebut di atas, posisi ideal iPad adalah di meja atau pangkuan; dua posisi yang agak menyulitkan untuk mengetik.
Yang lebih menyusahkan adalah bagaimana berbagi dokumen tersebut. Satu-satunya pilihan adalah mengirim dokumen tersebut ke “awan” internet. Contohnya hasil pengetikan di Pages harus di-email atau dikirim ke iWork.com untuk bisa dilihat orang. Agak merepotkan, menurut kami.
Jadi apakah klaim Obama kalau iPad bukan produktif itu benar? Setelah pengujian selama dua hari, jawaban kami adalah iya; meski tidak seluruhnya. Meskipun agak menjengkelkan, kami merasa bisa memanfaatkan iPad untuk kegiatan produktif. Variasi penggunaannya memang relatif terbatas, apalagi jika dibandingkan notebook.
Catatan Lain: BateraiKarena iPad adalah perangkat mobile, kami pun tertarik untuk melihat daya tahan baterainya. Kami pun mengujinya dengan memutar video resolusi 960x416 pixel dengan brightness di level 50% dan WiFi aktif.
Hasilnya cukup mengejutkan: kami berhasil memutar film tersebut selama nyaris 12 jam. Apple mengklaim baterainya bisa bertahan sampai 10 jam, sehingga kami tidak menyangka bisa melampui angka tersebut.
Karena diburu waktu, kami belum bisa menghitung daya tahan baterai jika digunakan untuk mengetik atau browsing internet seharian. Namun pengujian awal tersebut mengindikasikan iPad bisa menemani meski Anda termasuk orang yang doyan lembur.
Aluminium
Sisi belakang iPad menggunakan bahan aluminium, sama seperti yang dipakai Macbook Air.
Sisi Bawah
Di sisi bawah, Anda akan menemukan speaker dan dock konektor untuk tersambung dengan komputer.

Tombol Pengunci
Berbeda dengan iPhone, di iPad terdapat tombol untuk mematikan fungsi autorotate/accelerometer. Jadi, Anda memiliki kontrol lebih terhadap feature tersebut.
Kesimpulan: Dunia Baru
Setelah mencoba iPad, harus kami bilang Apple kembali berhasil membuat produk yang monumental. Meski secara konsep tidaklah baru, iPad berhasil mewujudkan konsep komputer layar sentuh dengan nyaris sempurna. Desainnya keren, layarnya sangat memukau, penggunaannya pun terasa dan nyaman.
Namun ada satu hal yang mengganggu pikiran kami: di mana posisi iPad? Dengan segala kelebihannya, iPad tetap tidak bisa menggantikan satu pun perangkat yang kami gunakan saat ini. iPad tidak memiliki fungsi telepon, sehingga tidak bisa menggantikan posisis ponsel Anda. iPad juga tidak bisa menggantikan posisi notebook, karena ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan di iPad. Perangkat yang bisa digantikan iPad adalah pemutar multimedia dan ebook reader; namun kami memang tidak punya kedua perangkat itu.
Jadi boleh dibilang iPad adalah perangkat tambahan di luar ponsel, notebook, atau netbook yang Anda miliki saat ini. Pertanyaan besarnya adalah: apakah Anda rela mengeluarkan Rp. 6-8 juta untuk perangkat tambahan seperti itu? Belum lagi Anda harus mengeluarkan dana lagi untuk untuk membeli aplikasi tambahan.
Jika Anda memang rela, beli iPad. Kami jamin, Anda akan terbuai pesonanya. (*)

No comments:

Post a Comment